CERITA BATU DARI RUMAH KAYU
pernah angin menyemai di dada
menggulingkan batu ke dalam telaga jiwa
duri menusuk tajam di suluk
tikungan meliuk tanpa mengerti keluh
gentayangan membayangi langkah tanpa pandang
rumah kayu bertiang sembilu
beratap daun empedu
tegak lurus dengan langit
mengisyarat cahaya rindu
- yang tak pernah selesai dieja
SEMADI POHONAN DI LAMBUNG SUNYI
sejurus dengan arah basmala
kiblat yang kau iba telah tiba di pelupuk mata
perangai darah mendidih
menggetarkan dada
menyongsong rindu
merangkul cinta
- pada yang tak terbaca
riuh gelombang airmata
beriringan mengurai ikrar setia
bahasa-bahasa suci
menyumber dari pohonan di lambung sunyi
pelangi jiwa yang berpuisi
- mendentumkan kalimat-kalimat hati
NYANYIAN RINDU SEORANG HAMBA
meramal detik jam di jendela waktu
semakin ‘kutahu perubahan matahari menyulap tubuhku
setelah tumbuh ejaan-ejaan sunyi
mengisyarat kerinduan yang berdalih pada tepi sanubari
- laut kecintaan
gelombang penantian
percakapan suci tanpa henti kukumandangkan
pada burung-burung terbang tak kenal jalan pulang
hingga tak setetespun airmata
kualirkan ke laut sejarah
tanpa lembaran rahasia
LIMA BAIT SAJAK AIRMATA
gelegar rindu lengkap sudah
membumbui perjalanan sunyi yang tak selesai kuterjemahkan
- pada bait-bait puisi
tirai mimpi menyirat lengkung langit searah matahari
patah-patah digenggam lapisan sukma yang meranggas
mewarnai celah dengan hitam kelabu
- arus waktu di suluk kalbu
serupa rumput menelantarkan dirinya ke peraduan kemarau
dimabuk gemericik hujan berdahan-dahan di kening palangkaraya
- betapa diri ini tak seharga permata
oh, Yang Esa
perjalanan masih lintas jembatan
banyak batu harus kuhancurkan
banyak ruang butuh lentera berpendaran
tapi bagaimana aku melangkah
bila matahari di dadaku terbenam sebelum senja
- rahmat-Mu kuiba
hingga tak lepas dari percintaan pengantin malam pertama
aku dan tahajjud-Mu bercumbu
tanpa tahu bilah waktu jauh berburu
- karena nafasku menghembuskan ayat-ayat suci nama-Mu
DEMONSTRASI RAKYAT INDONESIA
merdeka
merdeka
rakyat Indonesia:
kami membajak sawah
banting tulang kelindap lelah
kotak-kotak pematang berbidang menjadi saksi
atas guridam hati yang berbakti
pada ibu pertiwi
- atas nama petani
gelombang tak habis waktu kami arungi
pasang jala lempar airmata
genggam gigil, melumat cinta
terjang badai pasang bendera
bergambar rakyat Indonesia
merangkul bambu runcing di pundaknya
mengumandangkan suara-suara merdeka.
kami menyeberang lintas daratan
habiskan malam di lambung lautan
lantaran cinta tak berbatas suka
di pundak yang bertahta
- atas nama pelaut
menembus ruang melintasi jembatan waktu
sebagai anak miskin tak beruang dalam saku
sekolah tak tamat
bea siswa tak dapat
keinginan yang berpangkat
perjalanan yang karat
kami, atas nama anak-anak jalanan
terlantar di gang-gang perkotaan
membangun Negara
lewat lembaran koran beterbangan
halaman-halaman buku pelajaran berserakan
karena itu kami tahu pahlawan
berkorban untuk kemerdekaan
- dari pengangguran
merdeka
merdeka
karena itu kami rakyat Indonesia
ikhlas bakti kami berikan segalanya
segala yang ada mohon tidak ditikam dengan senjata
TAFAKKUR ANAK BURUNG
terbang dari dahan ke dahan
pandang arah tak ada tujuan
berkicau tak disapa pohonan
- sudut kiri kelambu hati berwarna abu-abu
sebagaimana perempuan kampung
dipinang tanpa hasyrat cinta
gundah gulana mengakar ke bumi sukma
merajai suluk
seberang-menyeberang tanpa batas ruang dan waktu
- kencan pengantin dalam luka
tabi’at suci yang dibawa
perangai dada berbahasa ibu
kehilangan warna api pada malam seluruh tepi
- bila jalan ini tak seindah pelangi
PRAHARA JIWA DI MULUT USIA
serumpun daun menguning di ranting
tinggal penghabisan
saat prahara angin bermusyafir meninggalkan tangkai penantian
- selangkah pada pelabuhan
sedangkan kini hanya airmata berlinangan
mengelupas luka di jiwa
saat-saat masa bakti berusia muda
ketika langkah satu-satu
tak dirundung rasa gelisah
ketika kemudi bumi
masih setia tersenyum ria
- semuanya hilang dibawa badai debu
tanpa jejak tanpa kata
yang akhirnya bisu dalam kata
beku dalam jiwa.
dimulut usia
selesailah semua sandiwara
PERNYATAAN CINTA SEORANG HAMBA
selepas angin menundukkan lelahnya di ranjang sunyi
pantun cinta, guridam rindu kukumandangkan
diamini jangkrik dan para nyamuk yang bernyanyi
- seorang hamba dalam selimut sepi
rebah disinyalir airmata
rubuh dimabuk kepayang cahaya sukma
tumbuh mekar menyemerbak aroma
seperti suara hati, tiada henti menyebut nama-Mu
seperti langkah kaki, langkah-langkah rahasia tak pernah melepas cengkraman cintaku
cinta suci, cinta langit pada bumi
cinta setia, cinta mata air pada rimba
- aku dan kau melebur dalam pekat malam penuh damba
penuh pernyataan cinta yang tak dapat diterjemahkan dalam kata-kata
DO’A SEPARUH USIA
Tuhan selalu melapangkan jalan untukku
tempat langkah menziarahi masa lalu
bilah jemari waktu yang kutafsirkan berarah seribu
- benang usia di lingkaran jiwa
langkah kaki patah-patah
memandang kelindap angin berdesir
serupa rumput di ladang bergoyang
aku tenggelam dalam kurung sunyi penyesalan
- ruang remang-remang
lantas di bait-bait kata yang menjadi kunang-kunang
bulir airmata yang mengurai kesangsian
semuanya kuterjemahkan dalam do’a
dalam kerinduan yang menghamba
Tuhan, bibit yang kau tanam di sini
telah sampai pada separuh usia
daun-daun di kepala warnanya mulai pudar
setelah ini badai semakin besar menerjang
pintaku
cengkraman cinta pada bumi asmara
yang kupersembahkan untuk-Mu
tangguhkanlah layaknya gunung duduk bersimpuh
- mengimani ke-Esaan-Mu
ALMANAK SUCI RUANGKU BERNYANYI
di almanak suci inilah ruangku bernyanyi
menyenandungkan lagu putih
seputih kelambu hati anak bayi di pangkuan ibundanya
- dermaga jiwa
sepoy daun-daun menyelimuti reranting dengan sajadah
menyirami hati dengan airmata
yang berhilir dari sungai-sungai ibadah
kalam cinta ikrar setia di lembaran bulan seribu barokah
- tangkai bunga seribu bulan
di almanak suci inilah ruangku bernyanyi
menyenandungkan lagu sepi
sepi di hati lembaran diri
- ampunan
KELENJAR HATI SEORANG PENGELANA
di balik etalase sunyi
ruang rohani seorang pengelana
meraba-raba dadanya yang hancur
diterkam kelelawar-kelelawar jalanan
bergelepar dari dahan ke dahan
mencari sudut cekung cengkraman menghujam
- sebuah jalan gontai penuh bebatuan
sekali dua kali badai mengetuk hati
menyelimuti dengan dingin
meradang dengan angin
tapi pengelana bukan pejalan kaki di trotoar kota
tapi pengelana sekali melangkah haruslah sampai di pelabuhan sana
- angkat senjata, pikul bendera, raih kemerdekaan
karena bai’at anak rantau
bukan hanya jiwa yang mengucap ikrar सेतिया
MABUK AKU, MABUK KAMU
aku mabuk aku, mabuk kamu
mabuk rindu mabuk cinta
mabuk sayang mabuk pesona
aku mabuk aku, mabuk kamu
mabuk cumbu mabuk rayu
mabuk lagu mabuk syahdu
aku mabuk aku, mabuk kamu
di dadaku ada badai
tapi badai cinta
di dadaku ada gelombang
tapi gelombang rindu
di dadaku ada angin topan
tapi angin topan candu
aku mabuk aku, mabuk kamu
terus mabuk
- mabuk kepalang mabuk kepayang
BUNGA REMAJA AROMA GANJA
beringsut-ingsut di hati
ada sesuatu ingin berlari
entah apa aku pun kurang mengerti
- sabarlah paham itu pasti
tambah hari bertambah jadi
umur beranjak hilang dari pekerti
menjadi runcing duri di serat nadi
- gagal itu boleh tapi tidak untuk berhenti
semak belukar rimbun menutup mata
menjadi rahang rahasia tak terbaca
menjadi bahasa tak terungkap dengan kata-kata
- lihat tetes air pada hamparan batu
pada akhirnya kau akan tahu
perlahan kembali kubilah lembaran usia
bertuliskan hari-hari bermacam warna
dari sudut ke sudut kususuri hingga lelahku sempurna
ah, bunga remaja aroma ganja
- selesailah sengketa
DIALOG JIWA
selayang pandang sandal jepit pengapit kaki
pada halaman suci
menggebur dada, debar-debar mengikat pesona
- berpalinglah dengan segala arah
teringat penyair melantunkan lagu hatinya
tentang duka nestapa alam baka
bulu-bulu kulit berbangunan dari tidurnya
mengisyarat jiwa dengan siraman mata air surga
- sudahlah di hadapan itulah sebuah kebenaran
cengkram pengharapan lepaskan bayang-bayang
antara jalan dan angan
aku terjebak dalam jurang kesangsian